Hallo Mimin
kembali lagi!
Kali ini
Mimin akan membagikan sebuah review
film yang berguna untuk sebagian besar penikmat film jika review seorang reviewer
isinya sangat berbobot dan mungkin untuk sebagian sisanya menyesal telah
membaca reviewer film paling tidak
berakal di dunia.
Review film kali ini sangat berbahaya
karena akan membuat pembaca sekalian kesal dan efek sampingnya adalah
muntah-muntah sampai epilepsi.
Mimin akan
memperingatkan review unfaedah ala blog ini sangatlah tidak direkomendasikan
untuk para pembaca yang sangat anti dengan spoiler karena sebagian besar yang
akan Mimin tulis disini adalah keseluruhan isi film.
Jadi sebelum
muntaber sebaiknya pembaca yang inteligent dan masih menyayangi otaknya
dipersilahkan tutub tab kalian bukalah sesuatu yang lebih bermanfaat di
internet.
Sekitar 1
abad yang lalu---enggak, sekitar beberapa hari yang lalu Mimin gabut dihadapan
layar laptop batin Mimin berteriak “Lo ngapain sih. Gak jelas banget kehidupan
remaja lo. Daritadi buka tutup folder photos
doang, boro-boro ada gambarnya. Lah, kosong.”
Semenjak
teguran misterius dari batin, Mimin pun insaf tidak akan mengulangi kebodohan seperti
zaman jahiliyah lagi. Maka, Mimin pun berinisiatif untuk mengcopas beberapa
film dari teman Mimin, ya biasa Mimin adalah tipe manusia di masa depan yang
pandai menghemat sumber daya gak mau buang-buang uang untuk hal yang bisa
didapatkan dengan gratis.
Singkat
cerita Mimin berhasil mendapatkan beberapa film yang berkualitas, maka dengan
bijak Mimin menontonnya satu per satu.
Film yang
akan Mimin jadikan korban kali ini adalah Paper Town (2015)
Karena Mimin
adalah seorang reviewer yang jenius
maka Mimin gak mau buang-buang waktu untuk mencari tau latar belakang film ini
seperti kebanyakan reviewer lain, seperti produser, sutradara, emisi tahun
berapa (udah kayak uang Min), diadaptasi dari novel siapa. Point-point seperti
itu bisa kalian cari sendiri di internet karena menurut Mimin dalam review
un-bobot karya Mimin hal seperti itu bukan aspek penting. Karena aspek penting
sebuah film menurut pandangan subjektif Mimin yang bersifat definitif adalah
ketamvhanan aktornya, 60% harus ada komedinya, dan cerita yang tidak
bertele-tele.
Kembali lagi
ke film, pemeran utamanya diperankan oleh aktris berbakat kebangsaan
Afrika---eh, enggak Amerika yaitu Cara Delivigne sebagai Margo. Kenal dia? Gak
kenal? Sama Mimin juga.
Peran dia sebagai
cewek tomboy berjiwa bebas, suka hal-hal yang berbau misteri, petualang dan
bukan tipe manusia yang lurus. Margo ini biang kerok di film ini. Gak ada dia?
Bukan Paper Town namanya.
Selain itu,
aktor utamanya Nat Wolff berperan sebagai Quentine dipanggil Q. Sumpah namanya
ribet amat untung dipangil Q kalau enggak? Bisa bayangin capeknya Mimin
ngecopas namanya di sana sini. Q ini adalah orang yang selalu bermain di zona
aman tidak ingin keluar dari zonanya karena takut akan terjadi hal-hal yang
tidak bisa dikontrol kedepannya. Semenjak kecil, Q ini jatuh cinta pada
pandangan pertama kepada Margo.
Tokoh
pinggiran lainnya tapi cukup bermanfaat diantaranya:
Austin
Abrams sebagai Ben. Ben ini siswa cowok paling berisik, menjijikan, tapi
ganteng. Mimin kan jadi jatuh cinta sama aktornya.
Justice
Smith sebagai Radar, nothing Mimin
cuman suka gaya rambutnya doang selebihnya Radar ini tipe siswa cowok pintar
dengan kehidupan normal.
Halston Sage
sebagai Lacey, Lacey ini sahabatnya Margo.
Jaz Sinclair
sebagai Angele, pacarnya Radar.
Review singkat Paper Town ala Min
Unfaedah
Jadi, kisah
ini berawal dari kekhilafan mata Q kecil saat lagi asik main basket eh
tiba-tiba di seberang rumah ada orang pindahan kan kesal, sejenak Q kecil diinterupsi
oleh kehadiran alien ganas yang menginvasi sebuah rumah yang berseberangan
dengan rumah Q padahal rumah tersebut
bari dihuni oleh Margo untungnya alien tersebut berhasil dihalau oleh tim
Avengers---enggak, bukan begitu.
Disinilah
awal mulanya Q jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Margo dan berlanjut
sampai remaja. Makanya mblo move on.
Ada
hikmahnya juga akhirnya Q kecil dan Margo kecil bersahabat dan selalu bermain
bersama.
Margo ini
dari kecil gak nyadar kalau sebenarnya dia itu bukan karakter di dalam novelnya
Agatha Christie atau Arthur Conan Doyle bahwa dia bukan lah seorang detektif.
Awal mulanya
adalah penemuan mayat di bawah pohon, please ini gaje banget yang mati disana
propertinya gak ikhlas dan kurang duit banget.
Margo kecil
tertarik menyelidiki lebih jauh tetapi Q yang lurus ogah ikut-ikutan. Jadi,
setiap ada sesuatu ‘hal’ Margo kecil sering kelayapan malam-malam cuman
menuntaskan keingin tahuannya akses keluarnya lewat jendela yang berseberagan
dengan jendela kamar Q jadi setiap ada hal Margo pasti ngajak Q tetapi Q gak
mau. Bagus Q itu baru anak mamah //dihajar.
Waktu demi
waktu berlalu sampai ke masa SMA hubungan Q dan Margo pun merenggang. Margo
dimasa pubernya yang berhasil dan Q cupu yang gagal.
Margo yang
populer dan Q yang boro-boro kelas sebelah kenal.
Margo punya
segalanya kecantikan, kepopuleran, dan boyfriend
dan Q yang un-tamvhan, un-populer, and no
girlfriend.
Sampai
disuatu malam yang gelap hanya ada bulan jomblo yang tetap bersinar walaupun
selalu sendiri---skip. Datanglah musuh Iron Man di kediaman Q, dia ingin
menagih utang celana dalam yang terbuat dari besi kepada Iron Man tapi salah
alamat maka Musuh Iron Man tersebut---biar gampang panggil aja Sukijan. Jadi
Sukijan murka ternyata yang dia datangi bukan rumah Iron Man, please deh
Sukijan, Iron Man itu kaya raya masa iya sih satu rumah sama Q? Sukijan mengancam
akan melahap habis seluruh aset rumah Q dengan satu syarat jika asetnya tidak
ingin lenyap maka Q and family harus membantu Sukijan mencari kediaman Iron
Man. Sayangnya, wifi di rumah Q lagi sekarat karena nunggak 10 bulan sama
indihome, kesimpulannya tidak ada akses internet di rumah itu, jika tidak ada
akses internet maka Q gak bisa notnon vlognya Margo---gak bukan gitu, itu
artinya dia tidak bisa mengakses google maps . Murkalah Sukijan, Mimin pun
bingung di era kemajuan digital di abad 21 ini, masa musuh Iron Man gak punya
smartphone sih? Berbanding jauh dengan Iron Man. Sukijan pun meyakinkan niatnya
ia akan melahap seluruh rumah di perumahan ini tak terkecuali rumah Margo. Q
pun khawatir apabila Sukijan melukai Margo.
Dia pun
melakukan berbagai cara untuk menghalangi langkah Sukijan keluar dari rumahnya.
Diantaranya menyewa aktor hantu film sebelah yang akhir-akhir ini booming, all ghost of pengabdi setan, badut IT,
The Nun, dan Mimi p*ri.
Tapi
nampaknya semua itu sia-sia. Margo yang sedang menjemur pakaian di malam hari
pun terkesima dengan Sukijan, Lekas ia pun masuk ke dalam rumah mengambil
seperangkat alat tulis dan menghampiri Sukijan.
“Sukijan
bisa kah kamu memberikan aku tanda tangan?” said
Margo.
“Tentu
saja!” replied Sukijan.
Q yang
melihat kejadian yang menyayat hati pun kesal kepada Sukijan ingin rasanya Q membuat
koalisi anti Sukijan karena telah
berani menikung Q dari Margo.
Q kun
menggalang dana ke seluruh penjuru Amerika dengan maksud dan tujuan membeli
seperangkat alat perang untuk memerangi Sukijan, Q tau bahwa dirinya tidak
cukup hebat dalam melawan Sukijan untuk itu dia perlu supplies and equipment yang hebat seperti Iron Man.
Akhirnya Q
berhasil mendapatkan dana secara percuma sebesar $10000000000000000 jika
dikonversi dalam rupiah nominalnya adalah Rp10000000000000000000000 (Ini ngaco guys)
Usut punya
usut seseorang yang paling banyak berinvestasi untuk Q adalah Batman si kaya
raya dalam film hero sebelah karena
dikabarkan oleh media bahwa Batman adalah haters Sukijan.
SKIP
Maaf, para
pembaca sekalian yang Mimin hormati kedua matanya. Film ini judulnya Paper Town
bukan The Sleding of Sukijan.
Bagaimana
apa kalian sudah merasakan ke unfaedahan review film kali ini?
Menurut
Mimin, Paper Town ini layak ditonton oleh remaja 12-50 tahun karena dimasa
itulah masa labil-labilnya seorang remaja. Yang Mimin suka dari film ini adalah
mengajarkan kebebasan, sebagai makhluk hidup yang suatu saat pasti akan mati
kelak di masa tua sebagai individu kita akan bertanya kepada diri sendiri apa yang aku sesali.
Hidup itu
singkat, sebagai seorang fangirls kita gak seharusnya menggantungkan kehidupan
kepada idola Mimin sering melihat seorang fangirl di sosmed berucap “I can’t life without him.”, “He is my reason
why i life in this world.”,
Ada banyak
hal yang bisa kita lakukan di masa muda selain ngestalk idola. Idolamu bukan
segalanya bagimu dan sebagai seorang idol, ia tau apa yang segalanya untuknya.
Oke, skip.
Di film ini
juga mengajarkan tentang tantangan dalam hidup, apalah artinya bermain di zona
nyaman? Jika di luar sana, di luasnya dunia ini ada sesuatu yang hebat minta
ditemukan.
Zona aman
itu seperti ketakutan seorang diri yang terus menghantui, takut melakukan
kesalahan, takut dihukum, takut melanggar peraturan.
Padahal,
apalah arti hidup jika tiada konflik yang nyata karena berawal dari
keingintahuan, berani melewati zona yang ditentukan, lalu terciptalah sebuah
masalah yang akan membawa kita ke titik kedewasaan.
Layaknya
Margo jiwanya dan raganya bebas, kehidupan normal? IT’S NOT HER! Rules are not for everyone.
Sama seperti
tulisan ini, disini dunia Mimin, zona terbebas, disinilah tempatnya menuangkan
segala bentuk random thinks Mimin
tentang dunia.
Karena kata
seseorang yang kutipannya sudah dikukutip lebih dari 10 kali
“Menulislah
untuk dikenang, jika kamu tidak menulis maka kamu bukan siapa-siapa di dunia
ini.”
Sampai
jumpa!
Komentar
Posting Komentar