REVIEW FILM DILAN 1990
Kata Dilan,
“Jangan rindu, rindu itu berat kamu gak akan kuat. Biar aku saja.” Bagaimana
bisa quotes sereceh itu viral dengan berbagai modifikasi oleh netizen
Indonesia?
Setelah
mengkhatamkan buku Dia Dilanku 1990 di tahun 2016 sekarang tertunaikanlah
menonton filmnya yaitu Dilan 1990 pada hari Jumat, 2 Februari 2018 bersama
sahabat-sahabat tereceh saya.
Bagaimana
bisa buku setebal bla bla halaman
(Saya lupa berapa lembar Novel Dilan 1990) bisa terangkum di dalam sebuah film
berdurasi 110 menit yang berhasil mebuat saya rindu, rindu akan tulisan Pidi
Baiq tentang kisah Milea dan Dilan. Sebenarnya saya rindu meminjam novel Dilan
dari teman SMP saya (Gak pernah modal), rindu aroma khas buku yang selalu saya
ciumi setiap saat (apakah ini kelainan?)
110 menit
saya berdiam diri duduk santai di studio 5 XXI, sambil menggerutukan harga
popcorn yang dibeli teman saya seharga 38 ribu, nominal yang tinggi untuk
dompet pelajar seperti saya, sehingga membuat saya tidak fokus, “berapa banyak
moment-moment di novel Dilan 1990 yang dilewatkan di dalam film Dilan 1990?”
Karena saya
teringat perkataan seorang guru magang yang menyuruh mencari “Membedakan versi
novel dengan filmnya.”
Selamat!
Saya lupa, saya memang benar-benar lupa. Cerita Milea tentang Dilan di film ini
sangatlah mengalir bagai arus sungai di belakang rumah saya, tenang, damai,
seringkali perkataaan receh dari Dilan yaitu menggombal pada Milea berhasil dijadikan bahan tertawaan para
penonton di bioskop. Saya tidak terkejut dan terkadang saya melakukan
pencitraan yaitu tertawa bersama mendengar kerecehan quotes Dilan bersama para
penonton lainnya, karena saya sudah pernah membaca perkataan tersebut lewat
novelnya makanya saya merasa biasa saja.
Film ini
pun tidak meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya berbeda dengan novelnya,
mungkin suasana yang diceritakan Pidi Baiq dan suasana yang diberikan film ini
berbeda, mungkin.
Saya rindu,
rindu Dilan.
Begitu
gumaman saya di sepanjang 110 menit.
Sebenarnya
siapa sih Dilan itu?
Karakter fiksi
Pidi Baiq atau sesuai yang diceritakan Milea ‘asli’ tentang Dilan, Dilan itu
ada, dia hidup, menulis puisi di tahun 1990, berpacaran dengan Milea di bulan
September 1990, dan bilang pada Bunda bahwa Milea suka makan lumba-lumba.
Ini
pertanyaan klasik dari saya sejak SMP.
Saya
meragukan sosok unik seperti Dilan pernah hidup di Bandung.
Tapi bukan
ini yang ingin saya bahas disini. Dilan pernah hidup di planet bumi atau hanya
di dalam prosa-prosa Pidi Baiq yang katanya dari Milea saya tidak perduli.
Tetapi
sedikit ketampanan Iqbal mantan personel CJR yang membuat kedua kaki saya
enggan beranjak meinggalkan kursi H seat 1 (seat 1 atau 4 lupa)
Quotes
mainstream yang sering saya jumpai dan saya gunakan disini, “Jangan menilai
sesuatu dari sampulnya.”
Dan ini terjadi
di film berdurasi 2 jam kurang 10 menit ini, awalnya film ini melalui
trailernya sudah kena risak netizen, tetapi setelah melihat filmnya secara
keseluruhan ini adalah kisah cinta labil antara dua orang remaja SMA
Dilan dan
Milea yang terukir indah disepanjang 110 menit.
Bagaimana
saya bisa sealay itu mendeskripsikan film ini, padahal filmnya gak bagus-bagus
amat. Saya lebih suka novelnya, karena saya suka membaca dan saya suka tulisan
makanya saya senang dengan novelnya dibanding filmnya, mungkin faktor lainnya
karena saya menghabiskan dana untuk menonton film ini dan membaca novelnya
secara gratis (just kidding)
Apa lagi
ya?
Oh, iya
seragam SMA di tahun 1990 lucu ya, roknya pendek gitu. Mama saya pernah cerita
di masanya SMA rok seragam siswi pendek seperti yang dikenakan pemeran Milea di
film ini.
Coba deh
bayangin kalau tata tertib berbusana siswi SMA saat ini masih seperti di tahun
1990?
Setelah
menonton film ini ingin rasanya keliling dunia bajakan ebook di google, ingin mencari ebook Suara Dilan untuk Milea (novel
ke tiga) ingin mencari tahu sudut pandang Dilan tentang Milea, karena sensasi
yang ditawarkan di film ini dan dua novel Dia Dilanku 1990 dan 1991 selalu saja
dari sudut pandang Milea yang terlalu tulus cinta ke Dilan.
Wah,
ketahuan deh saya belum membaca buku ketiga, habisnya saya ikut-ikutan perih,
endingnya juga bakalan sama Dilan sama Milea tetap pisah dan menjalankan takdir
masing-masing.
Sebenarnya
saya buka Dilan x Milea shiper, saya
ini adalah Piyan x Wati shiper.
Jika selama
ini penonton ataupun pembaca Dilan 1990 pastilah terpaku kepada tokoh utama
kita yang jenaka yaitu Dilan, si panglima tempur karena kehebatan dia membuat
Milea gagal move on ataupun karena puisi-puisi romantis Dilan di zaman orde
baru membuat sosok Dilan menjadi pacarable
versi kids zaman now.
Sebaliknya
saya malah suka dengan karakter Piyan yang lembut, gak suka berantem, walaupun
gak pandai bikin puisi, maupun menggombal ke Wati. Piyan ini digambarkan
sebagai sosok lelaki tenang nan polos. Aduh tipe banget!
2 jam
kurang 10 menit membuat mata saya pedih pasalnya film ini akan bersambung di
Dilan 1991. Momen yang saya tunggu-tunggu adalah momen yang membuat pembaca
sedih tentunya, yaitu perpisahan ala Dilan dan Milea alasan mereka break pun labil menurut saya.
Ya, mari
kita tunggu saja, kira-kira tahun depan apakah Iqbal akan tetap seganteng
sekarang atau kuadrat ganteng.
Kita tunggu
saja.
Komentar
Posting Komentar