Kamu yang Terarsip dalam Ingatan.
Aku
bukan tipe orang yang banyak bicara, selalu diam mengamati ruang terkadang aku
memang jarang diberi panggung untuk mengekspresikan pendapat walau sebenarnya
ada celah untuk membuka mulut tapi selalu saja topik yang dibicarakan memang
bukan topik yang memancing perhatianku. Aku tertawa, aku berkomentar, aku
berempati atas segala permasalahan yang keluar dari si empunya suara. Hanya
saja aku terkadang diam, memikirkan
sesuatu di otak, penting atau tidak penting hingga percakapan tadi tenggelam
dalam lautan percakapan yang tiada hentinya.
Semua
orang pandai bercerita, sebagian dari mereka memang lihai bermain kata, aku
terkadang bingung kenapa mereka mempunyai mulut seringan itu dan tanpa beban
membeberkan cerita yang cukup privasi ke khalayak umum.
Ya,
tapi itu tidak penting privasi atau tidaknya suatu hal adalah subjektif, aku
memang tidak bisa menghakimi apa yang telah diperbuat oleh orang lain. Kembali
lagi ke dalam pikiran remaja yang berumur 18 tahun ini, seorang guru pernah
berucap di sebuah ruangan sangat dingin bagai berada di Islandia, semua orang
sibuk, semua orang bicara, sehingga suara guru itu tidak terdengar secara
gamblang, orang-orang mengabaikan pertanyaan beliau, tetapi aku tidak, aku
menjawabnya dalam diam, hanya ada aku dan otakku yang meresapi pertanyaan itu,
hanya saja tak terjamah oleh suara. Akhirnya aku dan semua orang memang sama,
termasuk ke dalam golongan orang yang sibuk dengan dunianya sendiri. Bukankah
semua orang memang selalu sibuk dengan dunianya masing-masing? Sehingga waktu
untuk memikirkan orang lain sangatlah membuang-buang waktu mungkin ada sebagian
dari mereka yang memang tulus dalam bidang mendengar, lalu jujur dalam
memberikan jalan keluar tapi sebagian dari yang lainnya mungkin hanya ingin
tahu atau merasakan sensasi yang menyenangkan ketika melihat orang lain
menderita.
Pertanyaanya
cukup sederhana, tidak terlalu penuh teka-teki karena memang tidak semua orang
hidup dalam dunia Sherlock Holmes, jadi ini yang ditanyakan beliau, “Kapan
kiranya kalian merasakan beban hidup yang sesungguhnya?”
Tidak
ada jawaban, sekeliling masih sibuk bicara, ada yang menghujat teman, ada yang
menertawakan teman, ada yang fokus ke layar komputer, hanya aku yang menatap
beliau dari jauh lalu sesekali mengisap air dari kemasan plastik, di ruangan
yang dingin ini aku haus, lalu sepanjang waktu berjalan hingga menuju
pergantian jam pelajaran berikutnya, mungkin hanya aku yang masih memikirkan
jawaban untuk pertanyaan sederhana tersebut.
Mungkin
aku sudah punya jawabannya, mungkin juga tidak.
Walaupun
aku sudah punya jawabannya, aku tak akan membeberkannya secara tersurat disini
karena aku, kamu, kita dan, mereka adalah orang asing yang bisa saling
menjatuhkan satu sama lain, menyayangi satu sama lain, lalu dengan kejam
menghilang setelah meninggalkan luka yang tak ada penawarnya atau entah dengan
alasan gila apapun mereka masih hidup berdampingan satu sama lain.
Kembali
ke kamu, sekitar 2 tahun yang lalu mungkin aku pernah menulis tentangmu, essai
yang cukup membuat bulu kudukku yang ke 18 tahun ini merinding, hingga essai
itu terkenal di kalangan teman dekatku.
Mereka
mulai menyebutmu dengan sebutan kaos COC.
Hingga
sekarang aku masih tidak mengerti kenapa Tuhan mempertemukan aku denganmu
secara kebetulan di hari ketika aku pernah aktif dalam sebuah kegiatan
ekstrakulikuler sekolah. Ku pikir kesempatanku untuk melihatmu kembali hanya
pada hari itu, entah hari apa aku pun lupa, mari aku namai hari itu, hari
dimana aku pernah secara fanatik menyukai suatu hal hingga datang kira kira
sebanyak dua kali dalam festival yang berhubungan dengan hal tersebut.
Lalu
dengan semangat yang menggebu ala remaja berumur 16 tahun kala itu aku mulai memutuskan
untuk mencari informasi tentang dirimu.
Aku
ingat detailnya, bagaimana aku bisa menemukan akun sosial mediamu, but ya
i’m not gonna explain that furthermore.
Waktu
berlalu hingga kuputuskan diriku akan menjadi secret admirer dirimu mungkin
aku akan melakukan kegiatan memata-matai dirimu lewat sosial media. Hingga
akupun lupa ternyata kita pernah saling berkirim pesan untuk jangka waktu yang
singkat.
Hal
yang kuiingat dari percakapan itu adalah kamu mengatakan kepadaku bahwa kamu
lebih suka musik Mozart daripada Beethoven.
Pada
waktu itu aku memang tidak mengenal jauh siapa mereka berdua, kecuali informasi
umum yang melekat di otakku bahwa mereka adalah komponis berbakat pada masanya.
Setelahnya
kita berhenti melakukan percakapan dua dimensi itu, hingga hari-hari berlalu
beban hidup ternyata bertambah lebih banyak dan kian memusingkan, hingga
akhirnya aku melupakan dirimu untuk sejenak.
Mulai
dari waktu yang tidak spesifik itu aku hanya memikirkan aku, sebisa mungkin aku
membuang pikiran tentang hal-hal yang bukan aku.
Aku
memang tidak mengerti hal yang lebih jauh dari dua orang insan manusia yang
berlawanan gender bisa mengikat diri mereka satu sama lain, aku tidak ingin
memikirkan itu, karena ada banyak hal yang lebih penting daripada sekedar
kencan buta di sebuah Mall atau Cafe.
Hari-hari
berlalu dan aku mulai melupakanmu, tapi tak pernah benar-benar lupa.
Sekarang
tahun telah memiliki angka kembar, aku lalu iseng ingin memata-mataimu lewat
sosial media lagi, sayangnya aku tak menemukanmu lagi, entah akunmu hilang
kemana dari berbagai ribuan orang yang aku ikuti, berbagai upaya kulakukan sudah
ku obrak-abrik semuanya tetap akunmu tak ada, mungkin beberapa kali dalam rentang
waktu yang lama kamu pernah berganti nama pengguna, tapi aku tidak tahu karena
untuk dalam rentang waktu itu mungkin aku masih berkutat dalam memikirkan
diriku sendiri sehingga tidak tercipta ruang untuk memikirkan orang lain.
Ya,
aku memang tidak merasakan apa-apa setelah itu, akunmu hilang, kegiatan rutinku
tetap berjalan, kecemasan akan dunia di masa depan kian menjadi-jadi, tak ada
yang berbeda tetap sama hanya saja aku yang 18 tahun mulai memikirkan sesuatu
yang telah lama hilang dalam masa remajaku.
Jadi
teringat sebuah penggalan lirik lagu, ---di waktu yang salah---
Mungkin
bukan waktu yang salah, tapi memang takdir yang tidak mengingkan aku menjadi
seperti mereka---menjadi remaja pada umumnya yang bisa menikmati sebuah
kenangan manis dan pahit tentang cinta monyet di masa SMA.
Lalu
aku berpikir, mungkin tak apa aku tak merasa sedih akan hal itu karena ada
berbagai jutaan masalah di dunia ini yang perlu ditangisi dan diberi ruang
untuk bersimpati, mungkin global warming, keadilan gender, prihatin
terhadap kaum fanatik yang mengkafirkan mereka yang berbeda, LGBTQ, kesenjangan
sosial, film-film karya Bong Joon Ho, ketidakmerataan pembangunan, virus
corona, hubungan Amerika Serikat dengan Iran, yang sempat menjadi bahan meme di
internet, atau hal lainnya.
Akhirnya
kuputuskan masa remajaku tak tercuri sedikitpun hanya saja aku melewatinya dengan
hal yang berbeda dari orang lain.
Jadi,
untuk kamu yang masih hangat di ingatan teman-temanku sebagai kaos COC terimakasih
pernah muncul secara tak lazim dalam masa remajaku yang labil dan penuh tekanan
ini, terimakasih pernah mengatakan padaku bahwa musik-musik Mozart lebih bagus
daripada Beethoven, walaupun mereka beda generasi, dan pendapatmu ini mungkin
akan membuat beberapa orang terpicu untuk menanggapinya dan terimakasih pernah
menghiburku dengan sesuatu yang penuh seni di halaman sosial mediaku, kamu
memang berbakat dalam menggunakan otak kanan dengan sempurna dan berguna.
Jikalau
akun sosial mediamu yang hilang tanpa jejak itu murni karena kamu ingin rehat
sejenak dari dunia internet ataupun memang berganti akun karena akunmu di suspend
oleh pihak yang berwenang.
Aku
hanya bisa merutuki diri sendiri lalu tertawa seraya berdoa semoga hidupmu
baik-baik saja.
Kusadari
ternyata aku memang penasaran denganmu dan hanya ingin menjadi temanmu atau
sahabatmu karena berbincang denganmu mengenai topik yang tak akan selesai
walaupun dibahas dalam jangka waktu ribuan tahun adalah hal menarik yang bisa
kudapatkan dari seorang lawan bicara yang paham mengenai seluk beluk pokok topik yang dibahas.
It
sounds great, isn’t it?
Ditulis dengan kekurangan
dari aku yang kurang kerjaan
Diedit pada 28 Februari 2020
Ishhhhh, min ... Gemoii banget tauuu... Kalo dia baca beneran gimana??
BalasHapusKalo aku, suka sama orang dari smp trus satu sekolah lagi waktu sma sekarang satu fakultas lagi sama dia... *curhat*
Doain semoga aku kuat ya, liat dia sma ceue lain 😁
Astaga gemooii tabah ya gemooii semoga gemooii mendapatkan yang terbaik ya gemoii
Hapus